Chevron Geothermal & Power terus mengincar sejumlah cadangan
panas bumi yang ada di Indonesia untuk dikembangkan sebagai sumber
energi alternatif bagi pembangkit listrik.
Paul E Mustakim, General Manager Policy, Government and Public Affair
Chevron Geothermal & Power Operations mengatakan pihaknya siap
membantu pemerintah mengembangkan panas bumi sebagai energi alternatif.
Saat ini saja, perusahaan sedang melakukan survei pendahuluan terhadap
cadangan panas bumi di Lampung dan Aceh.
"Untuk di Lampung, kami sedang melakukan survei 3G [Geologic,
Geophysic dan Geochemistry], sementara di Aceh memang kami baru saja
melakukan survei pendahuluan untuk mengetahui cadangan panas buminya,"
katanya di sela-sela Restorasi Hutan Koridor Halimun-Salak di Sukabumi,
Jawa Barat hari ini, Selasa (2/4/2013).
Paul meyakini kedua wilayah yang digarap Chevron itu memiliki
cadangan panas bumi yang layak untuk dikembangkan untuk pembangkit
listrik berskala besar.
Sayangnya, Paul enggan berapa cadangan pasti panas bumi di kedua
wilayah itu, karena masih harus mengkoordinasikannya dengan pihak
pemerintah.
Pengerjaan dua wilayah kerja pertambangan panas bumi itu menurutnya,
masih belum membutuhkan investasi besar, karena belum masuk tahap
eksplorasi.
"Anggaran untuk tahun ini memang tidak terlalu besar, karena hanya
untuk survei awal. Melakukan survei 3G kan membutuhkan sekitar Rp50
miliar, kalau survei pendahuluan itu lebih rendah. Jadi memang sesuai
kebutuhan," ujarnya.
Proses pengembangan panas bumi di dalam negeri, lanjut Paul, masih
memerlukan waktu yang lama. Hal itu disebabkan proses perizinan dan
tahapan pengembangan yang membutuhkan waktu sekitar 8 tahun hingga
cadangan panas bumi itu dapat di produksi.
Saat ini sendiri, memiliki dua wilayah kerja pertambangan panas bumi
yang saat ini telah berproduksi di Salak dan Darajat. WKP panas bumi di
Salak memiliki cadangan sebesar 337 megawatt, sedangkan di Darajat
memiliki cadangan sebesar 270 megawatt.
Pemerintah sendiri memang tengah gencar mendorong pihak swasta
memanfaatkan panas bumi untuk sumber energi pembangkit listrik. Selain
telah menetapkan feed in tariff listrik dari panas bumi, pemerintah juga
menyediakan Rp3 triliun untuk membiayai proses eksplorasi panas bumi di
sejumlah wilayah kerja pertambangan panas bumi yang belum digarap
perusahaan swasta.