Biar proporsinya seimbang, mari kita
simak kelanjutan dari artikel ane menyangkut masalah pengembangan
teknologi solar cell di indonesia. Kalau kemarin ane sudah menjelaskan
panjang lebar tentang keuntungan dari teknologi solar cell. Nah sekarang
mari sama-sama kita simak apa aja sih kekurangan dari teknologi ini.
Check this Out....
1. Masih relatif mahal
Harus ane akui memang teknologi tenaga
surya memang pada saat ini masih tergolong kedalam teknologi yang agak
"ekspensive". Kenapa sih bisa mahal? yang membuat teknologi ini mahal
adalah karena negara kita belum mampu membuat peralatan/perlengkapan
instalasi solar cell tanpa membeli keluar negeri. Kalau semua
peralatan/perlengkapan instalasi nya bisa diusahakan di dalam negeri ane rasa bisa lebih "cheap"
Sebagai gambaran, sekarang
spanyol termasuk negara yang cukup konsen untuk pengembangan teknologi
surya ini. Terbukti dengan ada nya pembangkit listrik tenaga surya yang
ada di negara tersebut. PL tersebut memiliki kapasitas pembangkitannya
sebesar 60 MW, pembangkit memakan waktu 16 bulan serta biaya sebesar 384
juta EURO atau sekitar Rp 4,7 trilliun untuk pembangunannya. Nilai
investasi ini memang terlampau mahal jika dibandingkan dengan
pembangunan PLTU 1 Banten (termasuk ke dalam proyek 10,000 MW-nya PLN)
berkapasitas 625 MW yang memakan biaya sebesar Rp 3,9 trilliun. Jadi,
penggunaan solar cell untuk pembangkitan skala besar masih terlalu mahal
untuk daya yang dihasilkan. Nah hal inilah yang selalu memberatkan
pemerintah kita dalam mengmbangkan teknologi yang satu ini.
Ada yang punya ide untuk mengatasi problem ini?
Tidak jauh beda dengan penggunaan
solar panel pada skala rumah tangga. Untuk daya sebesar 60 W, biaya
yang kira-kira harus dikeluarkan sekitar $ 72 atau Rp 720,000 (dengan
kurs $ 1 =Rp 10,000). Dengan mengambil sampel kebutuhan listrik yang
paling minimal, yaitu sekitar 450 W (di daerah pedesaan), maka biaya
yang diperlukan kira-kira Rp 5 juta. Namun, di Bangladesh, terutama di
daerah pedesaan, hampir 320,000 rumah terinstalasi PV untuk kebutuhan
listriknya.
2. Biaya perawatan mahal
Lagi, lagi masalah harga, solar cell
termasuk jenis pembangkit yang retan terhadap kerusakan. Jadi harus di
chek keadaannya minimal 1 kali seminggu, direkomendasikan untuk lebih
sering menge-chek keadaan pembangkit yang satu ini. Selalu saja masalah
harga jadi masalah. Padahal meurut ane banyak manfaatnya bila kita
bandingkan dengan dana yang kita keluarkan. Tapi ya, semuanya terserah
anda bagai mana menyikapinya.
Dan semoga pemerintah kita
memiliki pemikiran yang sama dengan ane. Bahwa suatu teknologi baru
dalam tanda kutip masih mahal, bila terus kita kembangkan secara
kontinu. Ane rasa bisa jadi murah juga apabila di usahakan untuk
mengambil altenatif pemecahan persoalannya, contoh kongkret, Dilakukan
pengkajian ulang teknologi ini, dan di usahakan untuk mengeluarkan
solusi dalam menekan pembiayaan darii pembangkit ini. Di Indonesia khan
banyak orang pinter. Masak untuk mencarikan solusi alternatif
pengembangan teknologi solar cell aja gak mampu. Apa kata dunia?
Sekali lagi ane tegas khan solar
cell bisa menjadi solusi pengadaan listrik negara kita yang ramah
lingkungan dan bisa di terapkan ditempat terpencil sekalipun.
3. Sangat tidak efisien bila dikembangkan di daerah yang berpolusi
Polusi
juga menjadi faktor yang menghambat pengembangan teknologi ini. Sangat
tdak direkomendasikan pengembangan nya di daerah yang berpolusi tinggi
karena dapat mengurangi intensitas cahaya yang dapat diterima oleh
panel/cell surya. Jadi dengan kata lain energi yang dihasilkan relatif
kecil.
sumber : chemie08.blogspot.com