pasang

Selasa, 30 April 2013

Energi Laut, Alternatif Penyedia Sumber Energi Terbarukan

Semakin menurunnya cadangan minyak bumi dan bahan bakar sumber fosil lain akhirnya menjadi permasalahan serius bagi seluruh dunia. Untuk itulah perlu adanya solusi alternatif sumber energi terbarukan yang efisien dan ramah lingkungan.
 
Di beberapa negara negara seperti Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, Kanada, Jepang, Belanda, dan Korea telah mulai meneliti kemungkinan pemanfaatan energi dari laut terutama gelombang, pasang surut, dan panas laut dengan hasil yg memberikan harapan cukup baik.
 
Bagi Indonesia yang memiliki luas perairan hampir 60% dari luas wilayahnya, pemanfaatan sumber energi terbarukan yang berasal dari lautan sangatlah mungkin dilakukan untuk bisa menggantikan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.

Akhirnya penelitian hingga pemanfaatan lautan sebagai upaya mencari jawaban terhadap tantangan kekurangan energi di waktu mendatang dan upaya penggunaan sumber daya energi tersebut tengah dilakukan berbagai pihak.

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM), Indonesia memiliki potensi energi laut yg bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif sebesar 49 GW (Giga Watt).

“Bila energi laut ini mulai dimanfaatkan dari sekarang maka akan sangat membantu dalam mengurangi pemakaian energi fosil seperti minyak bumi, gas bumi, dan batu bara,” ungkap Prof Rizald Max Rompas, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.

Pemanfaatan energi laut untuk kebutuhan listrik sebenarnya bisa dilakukan melalui 3 cara yakni dengan memanfaatkan gelombang, arus hingga perbedaan suhu lapisan lautnya (Ocean Thermal Energy Conversion atau OTEC).

Dari masing-masing cara pemanfaatan energi laut Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) di tahun 2011 telah mendata potensi energi listrik yang bisa dihasilkan. Arus pasang surut memiliki potensi teoritis sebesar 160 gigawatt (GW), potensi teknis 22,5 GW, dan potensi praktis 4,8 GW.

“Gelombang laut mempunyai potensi teoritis 510 GW, potensi teknis 2 GW, dan potensi praktis 1,2 GW. Serta panas laut memiliki potensi teoritis 57 GW, potensi teknis 52 GW, dan potensi praktis 43 GW,” tutur Mukhtasor, Ketua ASELI.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh asosiasi tersebut, secara teoritis, total sumberdaya energi laut nasional sangat melimpah, meliputi energi dari jenis panas laut, gelombang laut dan arus laut, yaitu mencapai 727.000 MW.

Namun demikian, potensi energi laut yang dapat dimanfaatkan dengan menggunakan teknologi sekarang dan secara praktis memungkinkan untuk dikembangkan, berkisar antara 49.000 MW. Diantara potensi sedemikian besar tersebut, industri energi laut yang paling siap adalah industri berbasis teknologi gelombang dan teknologi arus pasang surut, dengan potensi praktis sebesar 6.000 MW.

“Sedangkan untuk prioritas jangka menengah dan panjang, diperlukan pengembangan pilot project pemanfaatan energi panas laut dengan teknologi Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC). Selain untuk kebutuhan listik, ia memiliki fungsi yang bermacam-macam seperti perikanan tangkap, penyediaan air mineral dan tawar, penelitian, dan bahkan untuk wisata,” tutur Mukhtasor

Pijakan pengembangan energi laut sebenarnya telah tersedia dalam UU No. 30/2007 tentang Energi maupun UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

Undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa penyediaan dan pemanfaaran energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah (pasal 20 angka 4 dan pasal 21 angka 2), penyediaan dan pemanfaatan energi dari sumber energi terbarukan dapat memperoleh kemudahan dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu tertentu hingga tercapai nilai keekonomiannya (pasal 20 angka 5 dan  pasal 21 angka 3).

Penelitian Awal
 
Penelitian awal mengenai pemanfaatan energi laut khususnya pemanfaatan arus laut sebenarnya sudah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lewat Balitbang KP.

“Energi laut yang menghasilkan listrik sebanyak 5Kw (Kilo watt) sudah berhasil dilakukan di Selat Larantuka, Flores, Nusa Tenggara Timur. Energi ini dihasilkan dari arus selat yang sangat besar di Selat Larantuka,” ungkap Prof Rizald Max Rompas.

Di tahun mendatang, Balitbang KP tengah melakukan penelitian untuk bisa menghasilkan listrik sebanyak 10 Kw sembari meneliti lokasi yang potensial untuk pengembangan energi arus ini. “Setidaknya ada 4 lokasi lain yang potensial selain di Larantuka yakni Pulau Jawa, Sulawesi Tenggara, Papua dan Batam,” urai Prof Rizald Max Rompas.

Masih di lokasi yang sama, Larantuka pun diuji cobakan sebagai daerah potensial penghasil energi listrik sebesar 50 kW di tahun 2014 mendatang. Dipilihnya lokasi ini karena berdasarkan penelitian, arus laut yang keluar masuk Selat Larantuka dan selat-selat lain di sepanjang Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur terutama disebabkan oleh gaya tarik menarik antara bumi, bulan, dan matahari.
1355208229942892301
ilustrasi energi ombak laut
Gaya ini menimbulkan pasang naik dan pasang surut di Laut Sawu, dan Laut Flores. Karena ada perbedaan tinggi muka air laut antara kedua laut tersebut maka air mengalir dan bertambah kecepatannya menjadi arus laut yang deras saat melewati selat-selat sempit.

Untuk bisa mengaplikasikan pemanfaatan energi laut ini, kerjasama antar lembaga dan institusi sangatlah dibutuhkan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kemen ESDM pun tengah menjajaki kemungkinan kerjasama tersebut.

“Kerjasama dengan ESDM ini dijalin karena dalam hal distribusi ke masyarakat mengenai energi bukanlah menjadi ranah dari Balitbang KP,” tutur Prof Rizald Max Rompas.

Meskipun penelitian energi listrik 50kW baru dilaksanakan dalam jangka waktu 2 tahun mendatang, Prof Rizald Max Rompas meyakini perlu adanya rintisan usaha untuk mulai menjalin kerjasama tersebut salah satunya lewat Komisi 7 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menangani energi. 

Potensi Energi Laut Lainnya
 
Selain pemanfaatan energi laut lewat arus, ombak dan panas laut, organisme laut pun sangat potensial dimanfaatkan sebagai sumber energi baru dan terbarukan. Salah satunya adalah makroalga (rumput laut) dan mikroalga (alga/ganggang), keduanya bisa diekstrak menjadi biofuel.

“Selama ini biofuel dimanfaatkan melalui biji jarak, namun pengembangannya sendiri masih tersendat karena terbatas pada lahan dan waktu produksi yang sangat lama serta pengolahan untuk menjadi minyak jarak yang rumit,” ungkap Prof Rizald Max Rompas.

Sedangkan biofuel yang berasal dari makroalga dan mikroalga sendiri bisa dilakukan dalam skala komersial atau hanya skala rumah tangga. Prof Rizald sempat mencontohkan pemanfaatan biofuel skala rumah tangga yang dilakukan di Jerman.
 
Balitbang KP sendiri tengah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan biofuel dari mikroalga dan makroalga untuk masyarakat. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan masyarakat Indonesia bisa mendapat pilihan dalam pemanfaatan energi terbarukan.

pasang
Diberdayakan oleh Blogger.