pasang

Jumat, 03 Mei 2013

Uranium dan Aceh

Keberadaan uranium di Aceh hingga kini masih menjadi tanda tanya dan bahan perdebatan yang tak pasti. Sebagian kalangan meyakini, bahwa Aceh memiliki kekayaan alam “berharga” ini. Dari beberapa hasil searching, Saya menemukan beberapa hal aneh berkaitan dengan keberadaan uranium di Aceh.

Salah satunya adalah, bantuan Uni Eropa untuk riset di Taman nasional Gunung Leuser (TNGL). Bantuan  ini ditengarai membawa motif tertentu. Adakah ini bagian dari strategi debt for nature swap, yang terwujud dalam bantuan pemulihan lingkungan namun dengan niat melakukan penguasaan? Lalu apa hubungannya dengan mega proyek LADIA GALASKA?

selain itu, masyarakat Uni Eropa juga mempersiapkan dana senilai  Rp. 308 miliar sebagai biaya untuk pra-penambangan sumber daya alam di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Hal itu terungkap dalam data-data dan dokumen milik Masyarakat Peduli Leuser (MPL).

Temuan itu diperkuat dari keterangan Programe Officer Uni Eropa, Marcell De Brune kepada MPL, di Jakarta, 14 Juni 2001 lalu. Menurut HM Kamaludin Lubis SH, pendiri MPL, bantuan penyelamatan hutan yang dilakukan Uni Eropa selama ini adalah kamuflase belaka. (Analisa, 5 Juni 2001).

Dana itu belum termasuk dana konservasi penyelamatan Leuser. Jutaan dolar dikucurkan untuk Leuser oleh Negara-negara donor di Eropa dan Amerika. Bantuan tersebut tentu disambut sukacita bangsa  Indonesia .  Karena, kawasan hutan Leuser dijadikan sebagai paru-paru dunia oleh internasional.

Bile menelisik secara detail, mengapa hanya Leuser, padahal hutan-hutan di  Indonesia juga banyak. Seperti Irian jaya dan Kalimantan. Hutan kedua wilayah ini lebih luas dan besar bila dibanding Leuser. Ada apa gerangan di Leuser sehingga negera-negara donor sangat “getol” menggembar-gemborkan pentingnya penyelamatan Leuser.

Ada Apa di Leuser.
Hasil penelitian dari Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) di kawasan TNGL, pada tahun 1987 lampau. Lembaga riset itu menemukan 21 jenis bahan tambang alam diperut TNGL. Potensi bahan tambang itu antara lain adalah uranium, batu-bara, bahan baku semen, emas dan nikel.

Hasil penelitian BATAN tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1996. Ir. Aldan Djalil, BE. Sriyono, Agus Sutriyono dan Sajiyo, melakukan penelitian di daerah kawasan leuser, tepatnya di Simpang Kanan, Aceh Timur. Hasi penelitian tersebut dimuat dalam Prosiding Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir II, Jakarta, 19-20 Nopember 1996.

Pernyataan keras telah dilontarkan pengamat lingkungan hidup asal Sumatera Utara, Prof DR. Bungaran Antonius simajuntak. Ia meminta kepada Pemerintah Indonesia agar menyelidiki dugaan TNGL menyimpan bahan tambang Uranium (bahan baku nuklir).

Professor ini menanggapi pendapat MPL yang menuding Uni Eropa sesungguhnya bukan ingin menyelamatkan TNGL, tapi ingin menguasai kawasan itu, karena menyimpan uranium sebagai bahan baku nuklir.

Seperti ada sebuah kesengajaan untuk merahasiakan dan mengelabui bangsa Indonesia melalui penyelamatan paru-paru dunia. Apalagi, seperti kita ketahui, harga uranium sangat mahal dan tidak semua negara di dunia  ini diperbolehkan mengolahnya.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Jonathan Tarigan, anggota orgasisasi pencinta Leuser. Dia menyebutkan adanya potensi tambang emas, uranium, tembaga, minyak dan gas bumi.. Hanya ini? Tentu tidak. Disinyalir, kandungan Uranium yang tinggi di kawasan Leuser menjadi kekhawatiran Amerika dan Eropa. Mereka telah lama memantau kandungan uranium Leuser via satelit.

Buktinya, tutur Lubis, studi tentang hutan TNGL oleh para peneliti dari Uni Eropa yang telah berlangsung tahunan itu tak pernah jelas juntrungannya. “Pemerintah Indonesia tak mendapatkan satupun laporan dari hasil studi itu,” ungkap Lubis. Menurutnya, hasil penelitian tersebut langsung dilaporkan ke Uni Eropa melalui Yayasan Leuser Indonesia YLI).

Salah satu MEGA proyek penuh kontroversi dan penuh hujatan para aktivis lingkungan adalah LADIA GALASKA. Walau secara tertulis diprakarsai oleh Gubernur Aceh saat itu (Abdullah Puteh), namun disinyalir ada sebuah permainan antara pihak asing dengan Yayasan Leuser.

Ilham Sinambela, mantan anggota Tim Verifikasi Informasi Independen Proyek Peningkatan Ruas Jalan Ladia Galaska Utama Di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Keterangan saksi di antaranya adalah, bahwa ia melihat sendiri ada perealisasian proyek Ladia Galaska saat itu (Februari 2003), ada relokasi (pemindahan/pembukaan jalan baru) di daerah simpang Badak menuju Desa Gajah, Kecamatan Pinding, Gayo Lues, serta ditemui lokasi-lokasi perambahan hutan di kiri-kanan jalan sepanjang ruas jalan tersebut.

Ntah sebuah kebetulan atau tidak, menurut Bupati Gayo Lues saat itu, Muhammad Alikasim Kemaladerna, di wilayah Kecamatan Pinding yang sebagian masuk Taman Nasional Gunung Leuser terdapat uranium yang bisa dikembangkan menjadi pusat pembangkit listrik tenaga nuklir dan keperluan militer.

Yang aneh, pihak pendonor, Uni Eropa justru tidak pernah komplain dan protes atas pelaksanaan proyek ini. Bahkan pihak internasional pun tidak ambil pusing. Justru protes datang dari aktivis-aktivis lingkungan seperti WALHI.

Disayangkan, hingga saat ini, pemerintah Indonesia, Aceh khususnya, masih diam seribu bahasa. Apakah kekayaan ini akan diberikan kepada investor juga yang pada kenyuataan realnya seluruh investor di Indonesia tidak banyak memberi masukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

pasang
Diberdayakan oleh Blogger.